History of Ka'bah

 Baitullah

Ka'bah, bangunan yang menyerupai bentuk kubus ini merupakan bangunan pertama di atas bumi yang digunakan untuk menyembah Allah. Sebagaimana Allah berfirman dalam Al Quran SURAT ALI IMRAN AYAT 96, yang artinya:

"Sesungguhnya permulaan rumah yang dibuat manusia untuk tempat beribadah itulah rumah yang di Bakkah (Mekkah), yang dilimpahi berkah dan petunjuk bagi alam semesta".

 

Ka'bah disebut juga Baitullah (Rumah Allah) atau Baitul Atiq (Rumah Kemerdekaan). Dibangun berupa tembok persegi empat yang terbuat dari batu-batu besar berwarna kebiru-biruan yang berasal dari gunung-gunung di sekitar Mekkah. Rumah Allah ini dibangun diatas satu dasar pondasi yang kokoh terbuat dari batu marmer, tebalnya kira-kira 25 cm. Berikut informasi data fisik dari Ka'bah:
  • Tinggi seluruh dinding = 15.00 Meter
  • Lebar dinding Utara = 10.02 Meter
  • Lebar dinding Barat = 11.58 Meter
  • Lebar dinding Selatan = 10.13 Meter
  • Lebar dinding Timur = 10.22 Meter

Ke-empat dindingnya ditutup dengan kelambu sutra hitam yang dinamai sebagai Kiswah dan tergantung dari atap sampai kaki. Setiap tahun kiswah diganti pada saat upacara Haji akan dimulai dan untuk menyemarakan upacara akbar tahunan itu. Kiswah dipasang lapisan dan disambung dengan kain putih untuk menjadi tanda bahwa Kabah dalam keadaan Ihram. Pada tanggal 10 Dzulhijjah, ketika Mekkah kosong disaat Jama'ah Haji masih berada di Mina, Kiswah dan penutup Maqam Ibrahim diganti dengan yang baru.
Kiswah dihiasi tulisan-tulisan ayat suci Al-Quran yang disulam dengan benang emas. Salah satu kalimat yang tertera pada sulaman Kiswah adalah Kalimat Syahadat sebagai berikut:
Lafadz: Allah Jalla Jalalah, La ilaha illallh, Muhammad Rasulullah
Arti: Allah Maha Agung, tiada Tuhan selain Allah.

Pintu Ka'bah
Pada dinding sebelah Timur disamping Hajar Aswad terdapat pintu yang diberi nama Al-Burk. Tingginya kira-kira 2 meter dan terbuat campuran logam, emas dan perak. Di pintu itu ditatahkan ayat-ayat Al Qur'an, tentang Ka'bah, Haji, Shalat, dan Tauhid. Di dalam Ka'bah terdapat 3 buah tiang untuk menopang atap, dan sebuah tangga melalui pintu kecil untuk naik ke atas atap.
MULTAZAM
Hajar Aswad terletak di pojok sebelah Timur kira-kira satu setengah meter dari lantai dasar. Dinding antara Hajar Aswad dengan pintu Ka'bah, yang lebarnya kurang dari 2 meter, diberi nama dinding MULTAZAM.
Disebut demikian karena inilah salah satu dari tiga lokasi atau tempat paling mustajab untuk memanjatkan do'a kepada Allah. Jama'ah yang sudah Thawaf biasanya berebut untuk mencurahkan isi hati dan menghadap Allah dengan do'a-do'a yang biasanya diucapkan dengan air mata bercucuran.
ALMIJAN
Di dekat pintu, kira-kira di hadapan Maqam (batu tempat berdiri) Nabi Ibrahim, terdapat tempat yang banyak dipergunakan jama'ah untuk shalat, disebut Almijan. Konon disinilah Nabi Ibrahim dan anaknya, Nabi Ismail, berdiri sejenak sebelum bekerja pada waktu membuat Ka'bah.
MATWAF
Bagian tempat Thawaf di sekeliling Kabah diberi lantai Marmar. Hanya sebatas marmar inilah ukuran luas Masjidil Haram di masa Nabi Muhammad. Tempat ini sekarang disebut Matwaf, atau tempat Thawaf.
MAQAM IBRAHIM
Pintu Bani Syaibah di sebelah Timur Laut Ka'bah adalah tempat masuk resmi ke tempat Tawaf. Antara pintu itu dan Ka'bah terdapat sebuah rumah kecil berkubah hijau, berdinding terali besi. Inilah Maqam Ibrahim, tempat utama mengerjakan shalat (tempat Imam berdiri untuk semua macam shalat Jama'ah di Masjidil Haram).
MAQAM TEMPAT IMAM
Tidak seberapa jauh dari dinding Hajar Aswad terdapat sebuah rumah kecil tempat Sumur Zamzam yang sekarang berada di bawah lantai dan di sebelah atasnya adalah Maqam Imam Syafi'i. Tiga Maqam lagi yaitu Maqam Imam Hanafi terletak disebelah Barat, Maqam Imam Hambali terletak di sebelah Tenggara dan Maqam Imam Maliki di sebelah Utara. Dahulu tempat-tempat ini dipergunakan oleh Imam tiap Mazhab pada waktu shalat lima waktu, sehingga tiap waktu shalat diadakan 4 kali berjamaah menurut mazhab masing-masing. Cara bermazhab ini sekarang telah ditiadakan.
RUKUN-RUKUN KA'BAH
Rukun yang dimaksud disini adalah rukun yang mengandung arti harfiahnya "Sudut atau Pojok". Sudut yang berjumlah 4 buah tersebut yang terdapat pada bangunan Ka'bah, merupakan rukun yang diutamakan di dalam manasik Haji. Rukun tersebut, yaitu; Rukun Yamani dan Rukun Hajar Aswad disebut 'Dua Rukun Yamani", karena tempat kedua rukun ini menghadap Yaman. Adapun dua rukun lainnya adalah Rukun Iraqi dan Rukun Syam yang disebut sebagai "Dua Rukun Syamiani" karena keduanya mengarah ke negeri Syam yang sekarang meliputi semua negara yang terletak dipantai Timur Laut Tengah, seperti Yordania, Palestina, Syria dan Lebanon.

SEJARAH KA'BAH
Disebutkan dalam sejarah bahwa pembangunan Ka'bah berlangsung selama 10 generasi. Pembangunan pertama oleh Malaikat yaitu 2000 tahun sebelum nabi Adam diciptakan, sebagai tempat Thawafnya Malaikat di Bumi. Selanjutnya dengan dibantu Malaikat, Nabi Adam AS dihitung sebagai generasi kedua yang membangun kembali Ka'bah, dan melakukan Thawaf. Setelah nabi Adam wafat, dibangun kembali oleh salah seorang putranya yaitu Syits bin Adam, dengan menggunakan tanah dan batu. Ka'bah yang dibangun oleh Syist itu berdiri terus sampai pada zaman Nabi Nuh As, pada zaman Nabi Nuh inilah Ka'bah runtuh karena taufan dan banjir besar.
Sejarah pembangunan Ka'bah sampai generasi ke-3 itu tidak terdapat baik dalam Al-Qur-an maupun Hadits. Pembangunan Ka'bah generasi ke-4 dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS dan putra beliau yaitu Nabi Ismail AS. Keterangan dimaksud terdapat dalam Al-Quran Surah Al-Baqarah Ayat 125, yang artinya sbb:
Dan (ingatlah) ketika kami jadikan rumah (Baitullah) tempat berkumpul dan tempat yang aman bagi manusia, dan dijadikanlah maqam Ibrahim tempat shalat.
Dan kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail untuk membersihkan rumahku itu bagi orang-orang yang Tawaf, yang Iktikaf, yang Ruku dan bagi yang Sujud.

Ketika Ka'bah yang didirikan oleh Nabi Ibrahim itu runtuh, maka pembangunan yang ke-5 dilakukan oleh suku Amaliqah. Ketika Ka'bah yang dibangun oleh suku Amaliqah itu hancur, pembangunan yang ke-6 oleh suku Jurhum, dimana beliau mengadakan perubahan terhadap ukuran dinding-dinding Ka'bah. Pembangunan ke-8 dilakukan oleh Abdul Muthalib, kakek Nabi Muhammad SAW. Generasi ke-9 yang membangun Ka'bah adalah suku Quraisy, Mulai generasi inilah data-data pembangunan mulai dicatat sehingga hal ihwal Ka'bah dapat diikuti melalui tulisan para Sejarawan.
Ka'bah Ditinggikan
Generasi ke-10 dalam pembangunan Ka;bah adalah Abdullah bin Zubair, waktu itu menjabat Walikota Mekkah. Perubahan besar yang dilakukan oleh Zubair adalah mengubah tinggi Ka'bah, dari 5 meter menjadi 15 meter, diberi atap dan di pojok utara dibuat tangga untuk naik ke atas loteng serta dihiasi dengan emas. Sepuluh tahun kemudian, setelah Abdullah biz Zubair wafat, atas izin khalifah Abdul Malik bin Marwan, pintu Barat yang dibuat  Zubair ditutup dengan alasan untuk mengembalikan bangunan Ka'bah kepada keadaan yang hampir sama dengan yang dibuat oleh Nabi Ibrahim AS
BANJIR BESAR
Pada tanggal 19 Sya'ban 1039 H turun hujan lebat yang terus menerus mulai jam 2 malam sampai waktu menjelang Asar dan bersambung lagi sampai besoknya, 20 Sya'ban. Banjir besar menggenangi tidak saja Ka'bah dan Masjidil Haram tetapi seluruh rumah penduduk kota Mekkah. Kira-kira seribu orang meninggal waktu itu dan banyak pula binatang ternak yang mati. Sore hari tanggal 20 Sya'ban 1039 (hari Kamis), runtuhlah sebagian dinding Ka'bah, yaitu dinding Syami, sebagian dinding Timur dan Barat serta loteng atap pun ambruk. Menjelang Magrib runtuhlah dinding serambi Ka'bah.
Hiruk pikuk dan ketakutan melanda masyarakat kota Mekkah. Walikota Mekkah waktu itu, Mas'ud bin Idris bin Hasan, segera memerintahkan agar tanggul pintu Ibrahim yang menjadi saluran air Masjidil Haram segera dibuka. Maka air pun mengalir ke hilir kota Mekkah.
Penjaga Ka'bah diperintahkan untuk masuk segera ke dalam Ka'bah dan mengeluarkan semua pelita dan 22 lampu-lampu yang terbuat dari emas. Salah satu diantaranya bertahtakan permata dan mutiara mutu manikam. Barang-barang tersebut diselamatkan dan disimpan di rumah Syekh Jamaluddin Muhammad Abu Qasim Asy Syaibi.


Komentar