Hidayah

                                Hidayah adalah Anugerah Allah



Bila seorang bertanya tentang anugerah Allah yang terindah, maka hidayahlah jawabannya. Kita bisa shalat karena hidayah dari Allah. Kita bisa puasa karena hidayah dari Allah. Kita bisa menuntut ilmu karena hidayah dari Allah, dan seterusnya. Kita bisa hidup bersama Allah karena hidayah-Nya. Merasakan manisnya iman dan indahnya islam juga karena hidayah-Nya.

Sebanyak tujuh belas kali dalam sehari, di setiap raka’at shalat kita, kita memohon petunjukNya.

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ

“Tunjukilah kami jalan yang lurus.” (QS. Al-Fatihah: 6)

Dalam sebuah hadis qudsi Allah Ta’ala berfirman,

يَا عِبَادِى كُلُّكُمْ ضَالٌّ إِلاَّ مَنْ هَدَيْتُهُ فَاسْتَهْدُونِى أَهْدِكُمْ

“Wahai sekalian hamba-Ku, kalian semua berada dalam kesesatan kecuali yang Kuberi petunjuk, maka mintalah petunjuk kepada-Ku, niscaya akan Kuberi petunjuk.” (HR. Muslim no. 6737)

Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk meminta petunjuk-Nya, karena hanya Allah saja yang bisa membuka hati kita, menjadikan hati tunduk dan ridho terhadap kebenaran. Allah Ta’ala berfirman,

أَفَمَنْ شَرَحَ اللَّهُ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ فَهُوَ عَلَىٰ نُورٍ مِنْ رَبِّهِ ۚ فَوَيْلٌ لِلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمْ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ ۚ أُولَٰئِكَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ

“Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Az-Zumar: 23)

Sadarilah kawan bahwa hidayah adalah anugerah Allah yang teragung dan terindah. Bila kita diperintahkan untuk mensyukuri nikmat-nikmat Allah, maka nikmat hidayah adalah yang paling harus kita syukuri. Syukur dengan ucapan, perbuatan dan pengakuan bahwa nikmat itu datang dari Allah.

Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam adalah manusia paling mulia, imamnya para Nabi dan Rasul. Namun bagaimana Allah ta’ala berfirman tentang beliau shallallahu’alaihiwasallam?!

وَإِنْ كَادُوا لَيَفْتِنُونَكَ عَنِ الَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ لِتَفْتَرِيَ عَلَيْنَا غَيْرَهُ ۖ وَإِذًا لَاتَّخَذُوكَ خَلِيلًا

وَلَوْلَا أَنْ ثَبَّتْنَاكَ لَقَدْ كِدْتَ تَرْكَنُ إِلَيْهِمْ شَيْئًا قَلِيلًا

“Wahai Muhammad, sungguh orang-orang kafir nyaris dapat membelokkan kamu dari agama yang telah Kami wahyukan kepadamu. Mereka berupaya agar kamu melakukan kebohongan atas nama Kami dengan cara merekayasa ayat yang tidak diwahyukan kepadamu. Bila kamu mau berbuat demikian, mereka akan menjadikan kamu sebagai teman dekat.

Wahai Muhammad, sekiranya Kami tidak meneguhkan hatimu (di atas hidayah), sungguh kamu nyaris condong sedikit kepada mereka.” (QS. Al-Isra': 73-74)



Imam Asy-Suyuti rahimahullah menjelaskan dalam tafsirnya, mengenai sebab turunnya ayat ini. Beliau menukil riwayat dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma,

عن ابن عباس قال: خرج أمية بن خلف وأبو جهل بن هشام ورجال من قريش، فأتوا رسول الله صلى الله عليه وسلم فقالوا: يا محمد تعالى فاستلم آلهتنا وندخل معك في دينك، وكان رسول الله صلى الله عليه وسلم يشتد عليه فراق قومه ويحب إسلامهم فرقّ لهم، فأنزل الله :

﴿ وَإِن كَادُواْ لَيَفْتِنُونَكَ عَنِ الَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ لِتفْتَرِيَ عَلَيْنَا غَيْرَهُ وَإِذاً لاَّتَخَذُوكَ خَلِيلاً ﴿73 ﴾ وَلَوْلاَ أَن ثَبَّتْنَاكَ لَقَدْ كِدتَّ تَرْكَنُ إِلَيْهِمْ شَيْئاً قَلِيلاً ﴿74 ﴾ إِذاً لَّأَذَقْنَاكَ ضِعْفَ الْحَيَاةِ وَضِعْفَ الْمَمَاتِ ثُمَّ لاَ تَجِدُ لَكَ عَلَيْنَا نَصِيراً ﴾[الإسراء:73-75] قلت وهذا أصح ما ورد في سبب نزولها وهو إسناد جيد وله شاهد

Ibnu Abbas berkata,” Umayah bin Kholaf, Abu Jahl serta beberapan orang Quraisy pergi menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu mereka berkata,” Wahai Muhammad kemari sembahlah tuhan kami, niscaya kami akan masuk ke agamamu bersamamu.”

Berat terasa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berpisah dengan kaumnya, beliau amat menginginkan keislaman mereka. (Di saat beliau berada dalam dilema) Allah menurunkan ayat,

“Sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, agar kamu membuat yang lain secara bohong terhadap Kami; dan kalau sudah begitu tentulah mereka mengambil kamu jadi sahabat yang setia. Kalau Kami tidak memperkuat (hati)mu, (di atas hidayah), niscaya kamu hampir-hampir condong sedikit kepada mereka.” (QS. Al-Isra': 73-74)

Asy-Suyuti melanjutkan, ” Saya berpendapat bahwa riwayat ini adalah riwayat paling shahih yang menceritakan tentang sebab turunnya ayat ini. Sanadnya jayyid dan ada syahidnya (ada sanad lain yang menguatkan sanad ini).” (Lubab At-Taquul fi Asbaabi An-Nuzul, 183)

Syaikh Muhammad Amin Asy-Syiqinti menambahkan,

بين جل وعلا في هذه الآية الكريمة تثبيته لنبيه صلى الله عليه وسلم،وعصمته له من الركون إلى الكفار

“Allah jalla wa ‘ala dalam ayat ini menjelaskan akan pengokohanNya kepada Nabi shallallahu’alaihiwasallam dan penjagaan yangbdiberikan kepadanya dari kecondongan kepada orang-orang kafir.” (Adhwa-u Al-Bayan 3/178)

Kawan..Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah imamnya para Nabi, manusia paling mulia. Lihatlah bagaimana Allah berfirman kepadanya,

وَلَوْلَا أَنْ ثَبَّتْنَاكَ

“Sekiranya Kami tidak meneguhkan hatimu (di atas hidayah)”

Allah Ta’ala mengingatkan RasulNya bahwa hidayah serta taufik yang menjadikan hati Rasullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap teguh di atas kebenaran adalah dari Allah Ta’ala. Apalagi kita manusia biasa yang berlumuran dosa?! Sungguh hidayah adalah anugerah Allah. Jangan pernah mengira bahwa hidayah yang kita dapatkan, karena usaha kita sendiri. Namun sadarilah bahwa itu semua adalah anugerah Allah Ta’ala.

Maka segala puji bagi Allah atas nikmat hidayah. Anda bisa bayangkan betapa besar karunia Allah kepada hambaNya, Dialah Allah yang telah menetapkan syariat dan jenis-jenis ibadah yang mendatangkan pahala. Dia pula yang memberi pahala atas ibadah yang kita lakukan, bahkan melipatkan pahala menjadi berlipat ganda. Dia pula yang telah menyiapkan surga sebagai tempat kembali untuk hamba-hambaNya yang sholih. Tak cukup itu saja, Dia pulalah yang memberi taufik serta hidayah untuk melakukan kebaikan dan istoqomah di atas jalan kebenaran kepada hambaNya. Padahal Allah ta’ala tidak butuh kita, tidak butuh ibadah kita.

وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا ۗ إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ

“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nahl: 16)

 

Komentar